Kami bertemu banyak sekali pendiri agensi yang bercerita bahwa momen di mana mereka merasa paling sendirian justru terjadi saat mereka meraih kesuksesan pertama. Karena di titik itu, mereka mulai menghadapi masalah back-office dan mereka tidak tahu cara menyelesaikannya dan ragu untuk bertanya.
Inilah inflection point atau titik balik pertama mereka.
Sandru dari Ambilhati pernah berbagi cerita seusai sesi strategic thinking bersama kami:
"Semenjak kecil saya suka menggambar, bahkan menggunakan selimut sebagai kanvas. Seiring bertambahnya usia, saya punya kebiasaan aneh: suka sekali mengamati orang yang sedang membeli sesuatu. Ekspresi muka mereka saat menginginkannya, antisipasi di mata mereka saat akan beli, dan kebahagiaan saat akhirnya mereka memilikinya.
Saat bekerja di sebuah agensi global, saya memang belajar skill untuk menjual. Tapi di tengah pitching, tenggat waktu, dan kontrak, ada sesuatu yang hilang. Semuanya terasa datar, tanpa hati. Dari situlah keinginan itu muncul untuk membangun agensi yang kembali ke esensinya: menyentuh hati pembeli.
Tahun-tahun pertama terasa seperti mimpi. Agensi kecil kami memenangkan penghargaan seperti Digital Agency of the Year, bahkan sempat diliput di New York Festival. Hingga akhirnya, kami sampai di titik di mana Ambilhati mulai dipercaya oleh brand dan merk besar. Namun, pada skala sebesar ini, masalah yang mulai tampak sama sekali tidak ada hubungannya dengan pengalaman yang kami miliki.
Yang perlu dibenahi di agensi kami justru hal-hal dibalik layar, seperti pengelolaan kas, pendanaan, akuntansi, IT, sampai legal. Hal-hal yang sudah jelas di luar bidang keahlian saya. Saya tidak yakin harus bertanya kepada siapa, karena orang-orang melihat saya sebagai pendiri agensi "sukses". Sebagai CEO, saya merasa seharusnya bisa memecahkan semua masalah ini sendiri. Jadi, saya tidak yakin apakah saya harus menunjukkan bahwa sesungguhnya saya butuh bantuan.
Di saat itulah, saya justru merasa sendiri.”
Banyak pendiri perusahaan kreatif meninggalkan pekerjaan bergaji tinggi karena mereka percaya pada keahlian mereka, dan cukup peduli untuk membangun sesuatu yang mencerminkan idealisme serta isi hati. Mereka mengumpulkan nyali untuk bersaing dengan agensi-agensi internasional yang sudah mapan.
Dan mereka yang berhasil biasanya bukan hanya punya ide dan keterampilan, tapi juga kegigihan untuk mewujudkan keyakinan itu menjadi acara, kampanye, atau karya yang benar-benar berdampak bagi klien mereka.
Namun, begitu mereka mulai berhasil atau saat mencapai inflection point pertama, masalah di luar keahlian ini mulai bermunculan.
Salah satu masalah pertama yang muncul adalah mencari pendanaan.
Sebagian besar kontrak memiliki termin pembayaran, sementara di sisi lain, mereka seringkali harus membayar vendor dengan uang muka di awal. Mayoritas mulai dengan berkeliling bertanya kepada teman dan keluarga, tetapi setelah beberapa saat, mereka harus mencari di luar lingkaran terdekat mereka.
Di sinilah kami menemukan kasus di mana oknum yang lebih 'canggih' memangsa kebutuhan para founder dan mengambil porsi 'kue' yang lebih besar dari yang seharusnya, atau meninabobokan mereka dengan mengatakan bahwa semuanya sudah diurus.
Masalah lain yang muncul adalah manajemen keuangan, akuntansi, dan pajak. Mengontrol anggaran dan mencatatnya dalam sistem yang benar adalah skill yang jarang dikuasai oleh pemilik atau founder agensi. Merekrut seseorang yang ahli dalam hal ini tidak mudah, terutama saat baru mulai, karena belum tahu apa yang harus dicari dan anggaran masih terbatas.
Mereka yang beruntung memiliki teman yang ahli dan bersedia membantu, baik secara full-time maupun paruh waktu.
Keuangan adalah bidang penting yang perlu dijaga karena kami telah melihat manajer keuangan internal maupun konsultan eksternal melakukan kesalahan. Dampaknya tidak terasa langsung, tetapi beberapa tahun kemudian pendiri agensi bisa menanggung utang pajak miliaran rupiah. Atau, pelaporan keuangan yang tidak benar, seperti pelacakan biaya proyek riil yang keliru, mengakibatkan kerugian tersembunyi yang akhirnya membuat perusahaan bangkrut.
Yang ketiga adalah urusan legal. Memiliki akta perusahaan yang kuat sejak awal, dengan struktur kepemilikan, tata kelola, dan mekanisme resolusi konflik yang jelas, adalah kunci. Dan kebutuhan untuk menjaga tata kelola itu melalui RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) yang rutin serta dokumentasi yang baik juga tidak kalah penting.
Kami bertemu banyak agensi yang tidak jarang menganggap remeh hal ini. Tentu, saat baru memulai, semuanya terasa baik-baik saja. Tetapi saat keadaan usaha sulit, situasi menjadi sangat berantakan. Faktanya, sektor ini adalah salah satu yang paling sering kami lihat memiliki sengketa.
Jadi, entah Anda baru akan memulai sebuah agensi, atau sudah berada di inflection point, rekomendasi kami adalah tanyakan pada diri sendiri tiga pertanyaan di bawah ini:
Cara terbaik untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini adalah dengan bertanya kepada sesama pendiri agensi dan pelaku industri yang pernah berada di posisi yang sama. Inilah salah satu alasan mengapa kami di KarmaClub mulai mengadakan pertemuan untuk para pendiri agensi.
Kami bukan pemilik agensi, bukan pula ahli yang punya semua jawabannya. Kami hanya ingin menyediakan ruang, sebagai tempat untuk mempermudah para pendiri dan pelaku industri jasa kreatif untuk bertanya, berbagi, atau bertukar catatan untuk hal-hal yang jarang dibicarakan, dan menyadari bahwa mereka tidak sendiri.